Kutacane (Waspada Aceh) – Enam desa (kute) di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, yang terletak di Kecamatan Leuser, terancam raib dari peta, kata Sekada Aceh Tenggara, Muhammad Ridwan, dalam Rapat Koordinasi Penentuan Tapal Batas, di Kutacane, Senin (19/8/2019).
Kata Sekda, jika Pemkab tidak segera membahas dan memutuskan klaim tapal batas yang disampaikan Pemkab Karo Sumatera Utara, maka keenam desa tersebut akan hilang dan masuk ke wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Rapat yang dihadiri Kabag Tata Pemerintahan bersama mantan Bupati Aceh Tenggara, H.Syahbuddin BP, Kadis Kominfo Zul Fahmi, Kepala Bappeda, Syahrizal dan Kepala SKPK lainnya, memang membahasa tapal batas antara Aceh Tenggara – Karo, Sumatera Utara.
Enam desa yang terancam hilang dari peta Kabupaten Aceh Tenggara akibat diklaim secara sepihak oleh Pemkab Karo, letak desanya di Kecamatan Leuser, berbatasan dengan dengan Kecamatan Mardingding dan Lau Baleng, yakni Kute Bintang Alga Musara, Bukit Meriah, Lawe Kompas, Bukit Bintang Indah, Lawe Tawar dan Gunung Pakpak.
Klaim yang dilakukan Pemkab Karo tersebut juga mengakibatkan ratusan hektare wilayah hilang dari Aceh Tenggara. Bahkan di enam desa tersebut telah dibangun fasilitas pemerintahan, pendidikan, pemukiman, kesehatan dan jalan/jembatan.
Untuk mengantisipasi ancaman raibnya sebagian desa di Aceh Tenggara akibat klaim dari Pemkab Karo tersebut, ujar Sekdakabm Muhammad Ridwan, Pemkab Agara bersama pihak Kemendagri dan tim Pembahasan Batas Daerah, pada Rabu (21/8/2019), akan meninjau langsung tapal batas Aceh Tenggara-Kabupaten Karo di Kecamatan Leuser.
“Kita juga akan melihat langsung tapal batas yang diajukan pihak Pemkab Aceh Tenggara dan tapal batas terbaru yang diajukan pihak Kemendagri. Di situ nanti baru bisa kita tentukan, apakah menerima apa yang diajukan pihak Kemendagri atau tapal batas yang kita usulkan,” ujar Sekdakab Ridwan didampingi Kepala Bappeda, Syahrizal.
Sayhabuddin BP, Sekdakab serta Kepala OPD bersama Kepala BPN Kutacane, sepakat bahwa Pemkab Aceh Tenggara akan tetap berpegang pada Peta Tofografi Angkatan Darat serta melihat pada titik koordinat yang ada sebelumnya.
Karena titik koordinat tersebut tak akan pernah hilang, bukan seperti patok pilar tapal batas yang pernah dibangun pihak Kemendagri terdahulu. (Ali Amran)