Banda Aceh (Waspada Aceh) – Profesor Megumi Sugimoto, Guru Besar Universitas Osaka, Jepang, mengingatkan pentingnya edukasi keberadaan tugu tsunami atau tsunami pole sebagai bagian dari mitigasi bencana.
Hal disampaikan dalam kunjungan ke Museum Tsunami Banda Aceh, Kamis (26/12/2024), dalam rangka peringatan dua dekade tsunami Aceh.
“Kesadaran masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi tiang tsunami masih rendah. Padahal, ini adalah alat penting untuk menyelamatkan nyawa,” ujar Sugimoto saat ditemui di Museum Tsunami Banda Aceh didampingi Kepala BMKG Aceh Nasrul Hadi, Kamis (26/12/2024).
Tugu tsunami, yang menunjukkan ketinggian air saat tsunami, sering diabaikan bahkan dialihfungsikan.
Pihaknya menemukan 85 tiang tsunami tersebar di Banda Aceh dan Aceh Besar. Tiang ini dibangun oleh Yayasan Umi Abasiah bekerja sama dengan Kedutaan Jepang di Indonesia. Namun, banyak masyarakat tidak memahami maknanya.
Pihaknya juga telah membagikan 500 selebaran yang menjelaskan fungsi tugu tsunami tersebut kepada masyarakat.
Saat itu, Sugimoto juga mengajak jurnalis mengunjungi salah satu tugu tsunami di SMPN 17 Blang Padang, Banda Aceh. Tugu bernomor 48 tersebut mencatat ketinggian air hingga 1,8 meter pada jarak 3,40 km dari pantai.
“Informasi ini menunjukkan pentingnya segera mencari lokasi lebih tinggi, seperti lantai dua bangunan atau tempat aman lainnya, jika terjadi tsunami,” jelas Sugimoto.
Kepala BMKG aceh Nasrul Hadi mengatakan BMKG Aceh bersama BPBA, BPBD, Universitas Syiah Kuala, UIN Ar-Raniry, TDMRC, dan UNESCO terus menggencarkan sosialisasi tentang fungsi tugu tsunami.
Program ini juga melibatkan siswa sekolah untuk merawat tugu ini sebagai simbol kesiapan bencana.
“Kami ingin generasi muda memahami pentingnya mitigasi bencana dan menjaga tiang tsunami sebagai alat keselamatan,” kata Nasrul.
Edukasi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peran penting tugu tsunami dalam membangun Aceh yang lebih tangguh menghadapi bencana. (*)